Dahulu
kala di daratan Tiongkok, ada seorang bocah bernama Djang Liang. Ia adalah
seorang anak yang cerdas dan memiliki budi pekerti yang luhur. Meski begitu,
Djang Liang punya kelemahan. Karena merasa dirinya pintar dan mudah menyerap
pelajaran, ia jadi anak yang cenderung pemalas. Hampir tiap hari, ia datang
terlambat ke sekolahnya.
Suatu
kali, ketika berjalan santai menuju sekolahnya, Djang bertemu dengan seorang
kakek tua di sebuah pinggir jembatan. Ia melihat salah satu sepatu kakek itu
nyaris tercebur ke dalam sungai kecil di bawah jembatan. Spontan, ia pun
mengambilkan sepatu tersebut dan memakaikannya kembali pada si kakek.
Kakek
itu tersenyum melihat kepedulian Djang. Maka, beliau mengatakan pada Djang,
bahwa dirinya akan memberikan hadiah yang dapat mengubah hidup Djang.
Syaratnya, Djang harus datang lebih pagi dari si kakek ke tempat tersebut.
Djang
yang memang bercita-cita jadi orang sukses pun menyanggupi pesan si kakek.
Keesokan harinya, Djang datang lebih pagi guna menagih janji si kakek. Namun
ternyata, kakek itu sudah berada di sana mendahului kedatangan Djang. Karena
dianggap terlambat, Djang mendapat wejangan banyak hal agar tidak
bermalas-malasan. Ia juga tak mendapat hadiah karena belum memenuhi syarat yang
diminta si kakek. Djang lantas berjanji, esoknya akan datang lebih pagi.
Esoknya,
Djang memang datang jauh lebih pagi. Ia menyangka, pasti dirinya kali itu akan
berhasil mendapat hadiah dari si kakek. Tapi, ia sangat kaget, ternyata si
kakek sudah datang saat fajar. Akibatnya, Djang kembali dapat wejangan, dan
belum berhasil mendapat hadiah seperti yang diharapkan.
Kesal
bercampur penasaran, di hari ketiga, Djang pun bertekad datang jauh lebih pagi.
Bahkan, ia sudah bersiap-siap sejak makan malam, untuk datang ke lokasi
tersebut. Ia pun menyiapkan bekal dan perlengkapan agar bisa tidur di tempat
tersebut, sehingga bisa mendahului si kakek.
Benar,
saat datang di malam buta, si kakek belum ada. Ia pun senang, berhasil
mendahului kakek. Hingga, tiba-tiba, di pagi hari, si kakek membangunkan
dirinya. Si kakek tersenyum puas. “Inilah hadiah yang akan kuberikan sebagai
bekal hidupmu kelak. Kau sudah membuktikan, dirimu punya kekuatan tekad yang
luar biasa, hingga mengalahkan rasa malasmu. Demi tujuan mendapat hadiah, kamu
berani berkorban untuk datang lebih pagi. Jaga sikapmu ini, belajarlah lebih
rajin, datanglah lebih awal, bergeraklah lebih cepat, maka akan ada banyak
peluang yang bisa diraih untuk masa depanmu,” seru sang kakek bijak.
Djang
mengangguk mengerti dan berterima kasih kepada si kakek. Hari itu, ia mendapat
“hadiah” hidup dari si kakek. Ia berjanji, akan menuruti nasihat tersebut.
Sejak saat itu, DjangLiang akhirnya berhasil meraih lebih banyak prestasi yang
luar biasa. Hingga, di usia dewasanya, ia diangkat menjadi panglima di
kerajaan.
Pembaca
yang luar biasa,
Kisah
Djang memperlihatkan bahwa kecerdasan yang dimiliki, sikap baik yang
dipelihara, rupanya belum cukup untuk mengantarnya meraih kesuksesan. Ia harus
mengatasi “kelemahan” yang muncul dari dalam diri, yakni sikap malas. Begitu
juga kita semua. Di antara banyak potensi yang kita miliki, pasti ada satu dua
kelemahan yang harus kita atasi. Dan, untuk itu, kita butuh perlu keras pada
diri sendiri. Kita butuh menjadi pribadi luar biasa untuk mengatasi segala
kelemahan yang ada. Apalagi, jika kelemahan itu menyangkut pada kondisi
mentalitas. Rasa malas, kurang disiplin, tidak bertanggung jawab, suka
menunda-nunda pekerjaan, kerja hanya berdasar mood, suka mencuri-curi waktu
luang di tengah kesibukan, adalah sikap-sikap negatif, yang biarpun “kecil”
jika tidak diatasi segera, akan menjelma jadi “batu sandungan” terhadap setiap
langkah menuju sukses kita.
Mari,
kita terus memperbaiki kelemahan yang sering menunda datangnya prestasi. Kerja
keras, kerja cerdas, kerja sepenuh hati, maka kita akan jadi manusia “cerdas
hidup” yang makin mumpuni.
Semoga cerita diatas Bermanfaat bagi kita semua, kita menjadi manusia sukses dan bahagia dunia akhirat. Amin