Landasan bimbingan dan konseling ada 6, yaitu landasan filosofis, landasan religius, landasan psikologis, landasan sosial budaya, landasan ilmiah dan teknologis, landasan pedagogis. Dan dibawah ini akan di uraikan lebih jelasnya
- Landasan Filosofis
Kata filosofi atau filsafat berasal dari bahasa Yunani: philos berarti cinta, dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.
1. Hakikat Manusia
Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat (Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004:140) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
a. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
c. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
e. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
f. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
g. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
h. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
i. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
c. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
e. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
f. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
g. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
h. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
i. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
2. Tujuan dan Tugas Kehidupan
Witner dan Sweeney (dalam Prayitno dan Erman Anti, 2002) mengemukakan bahwa ciri-ciri hidup sehat ditandai dengan 5 kategori, yaitu:
a. Spiritualitas
Agama sebagai sumber inti dari hidup sehat. Agama sebagai sumber moral, etika dan aturan-aturan formal berfungsi untuk melindungi dan melestarikan kebenaran dan kesucian hidup manusia.
b. Pengaturan diri
Seseorang yang mengamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat ciri-ciri (1) rasa diri berguna, (2) pengendalian diri, (3) pandangan realistik, (4) spontanitas dan kepekaan emosional, (5) kemampuan rekayasa intelektual, (6) pemecahan masalah, (7) kreatif, (8) kemampuan berhumor dan, (9) kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat.
c. Bekerja
Untuk memperoleh keuntungan ekonomis, psikologis dan sosial yang kesemuanya itu akan menunjang kehidupan yang sehat bagi diri sendiri dan orang lain.
d. Persahabatan
Persahabatan memberikan 3 keutamaan dalam hidup yaitu (1) dukungan emosional (2) dukungan material, dan (3) dukungan informasi.
e. Cinta
Penelitian flanagan 1978 (dalam Prayitno dan Erman Anti, 2004:144) menemukan bahwa pasangan hidup suami istri, anak dan teman merupakan tiga pilar utama bagi keseluruhan pencipta kebahagiaan manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Paparan tentang hakikat, tujuan dan tugas kehidupan manusia diatas mempunyai implikasi kepada layanan bimbingan dan konseling.
- Landasan Religius
Dalam landasan religius Bimbingan dan Konseling diperlukan penekanan pada 3 hal pokok, yaitu; (1) Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam adalah mahluk tuhan, (2) Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan kearah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan (3) Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama untuk membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu.
1. Manusia sebagai Mahluk Tuhan
Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Sisi-sisi kemanusiaan tersebut tdiak boleh dibiarkan agar tidak mengarah pada hal-hal negatif. Perlu adanya bimbingan yang akan mengarahkan sisi-sisi kemanusiaan tersebut pada hal-hal positif.
1. Manusia sebagai Mahluk Tuhan
Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Sisi-sisi kemanusiaan tersebut tdiak boleh dibiarkan agar tidak mengarah pada hal-hal negatif. Perlu adanya bimbingan yang akan mengarahkan sisi-sisi kemanusiaan tersebut pada hal-hal positif.
2. Sikap Keberagamaan
Agama yang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat menjadi isi dari sikap keberagamaan. Sikap keberagamaan tersebut pertama difokuskan pada agama itu sendiri, agama harus dipandang sebagai pedoman penting dalam hidup, nilai-nilainya harus diresapi dan diamalkan. Kedua, menyikapi peningkatan iptek sebagai upaya lanjut dari penyeimbang kehidupan dunia dan akhirat.
3. Peranan Agama
Pemanfaatan unsur-unsur agama hendaknya dilakukan secara wajar, tidak dipaksakan dan tepat menempatkan klien sebagai seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan sendiri sehingga agama dapat berperan positif dalam konseling yang dilakukan agama sebagai pedoman hidup ia memiliki fungsi memelihara fitrah, memelihara jiwa, memelihara akal dan memelihara keturunan.
- Landasan Psikologis
Psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
4. Belajar, Balikan dan Penguatan
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
5. Kepribadian
Abin Syamsuddin, 2003 (dalam artikel Akhmad Sudrajat, 2008) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup:
a. Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
b. Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c. Sikap sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
d. Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
e. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
f. Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Upaya konselor dalam landasan ini adalah adanya perubahan tingkah laku klien, baik dalam mengatasi masalahnya ataupun tujuan yang ingin dicapainya dengan pemahaman tingkah laku yang jadi sasaran pelayanan memiliki latar belakang yang berbeda. Konselor harus bisa memahami tingkah laku individu, motif dan motifasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu, belajar, balikan dan penguatan serta keprbadiannya.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
4. Belajar, Balikan dan Penguatan
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
5. Kepribadian
Abin Syamsuddin, 2003 (dalam artikel Akhmad Sudrajat, 2008) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup:
a. Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
b. Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c. Sikap sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
d. Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
e. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
f. Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Upaya konselor dalam landasan ini adalah adanya perubahan tingkah laku klien, baik dalam mengatasi masalahnya ataupun tujuan yang ingin dicapainya dengan pemahaman tingkah laku yang jadi sasaran pelayanan memiliki latar belakang yang berbeda. Konselor harus bisa memahami tingkah laku individu, motif dan motifasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu, belajar, balikan dan penguatan serta keprbadiannya.
- Landasan sosial budaya
Kebudayaan akan bimbingan timbul karena terdapat faktor yang menambah rumitnya keadaan masyarakat dimana individu itu hidup. Faktor-faktor tersebut seperti perubahan kontelasi keuangan, perkembagan pendidikan, dunia-dunia kerja, perkembangan komunikasi dll (Jonh), Pietrofesa dkk, 1980; M. Surya & Rochman N, 1986; dan Rocman N, 1987).
1. Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya
MC Daniel memandang setiap anak, sejak lahirnya harus memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya, tepapi juga tuntutan budaya ditempat ia hidup, tuntutan Budaya itu menghendaki agar ia mengembangkan tingkah lakunya sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut.
Tolbert memandang bahwa organisasi sosial, lembaga keagamaan, kemasyarakatan, pribadi, dan keluarga, politik dan masyarakat secara menyeluruh memberikan pengaruh yang kuat terhadap sikap, kesempatan dan pola hidup warganya. Unsur-unsur budaya yang ditawarkan oleh organisasi dan budaya lembaga-lembaga tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan dan dipikirkan oleh individu, tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, tujuan-tujuan dan jenis-jenis pekerjaan yang dipilihnya, rekreasinya dan kelompok-kelompok yang dimasukinya.
Bimbingan konseling harus mempertimbangkan aspek sosial budaya dalam pelayanannya agar menghasilkan pelayanan yang lebih efektif.
2. Bimbingan dan Konseling Antara Budaya
Menurut Pedersen, dkk ada 5 macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi dan penyesuaian diri antarbudaya yaitu sumber-sumber berkenaan dengan perbedaan bahasa, komunikasi non-verbal, stereotip, kecenderungan menilai, dan kecemasan.
Perbedaan dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi dan pola bahasa menimbulkan masalah dalam hubungan konseling.
Beberapa Hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk, 1976 (dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004;175) tentang berbagai aspek konseling budaya antara lain:
a. Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara budaya pada diri konselor dan klien maka konseling akan berhasil
b. Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan, komunikasi terbuka, maka makin efektif konseling tersebut
c. Makin sederhana harapan yang diinginkan oleh klien maka makin berhasil konseling tersebut
d. Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling antar budaya makin memudahkan konselor memahami klien.
1. Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya
MC Daniel memandang setiap anak, sejak lahirnya harus memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya, tepapi juga tuntutan budaya ditempat ia hidup, tuntutan Budaya itu menghendaki agar ia mengembangkan tingkah lakunya sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut.
Tolbert memandang bahwa organisasi sosial, lembaga keagamaan, kemasyarakatan, pribadi, dan keluarga, politik dan masyarakat secara menyeluruh memberikan pengaruh yang kuat terhadap sikap, kesempatan dan pola hidup warganya. Unsur-unsur budaya yang ditawarkan oleh organisasi dan budaya lembaga-lembaga tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan dan dipikirkan oleh individu, tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, tujuan-tujuan dan jenis-jenis pekerjaan yang dipilihnya, rekreasinya dan kelompok-kelompok yang dimasukinya.
Bimbingan konseling harus mempertimbangkan aspek sosial budaya dalam pelayanannya agar menghasilkan pelayanan yang lebih efektif.
2. Bimbingan dan Konseling Antara Budaya
Menurut Pedersen, dkk ada 5 macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi dan penyesuaian diri antarbudaya yaitu sumber-sumber berkenaan dengan perbedaan bahasa, komunikasi non-verbal, stereotip, kecenderungan menilai, dan kecemasan.
Perbedaan dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi dan pola bahasa menimbulkan masalah dalam hubungan konseling.
Beberapa Hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk, 1976 (dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004;175) tentang berbagai aspek konseling budaya antara lain:
a. Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara budaya pada diri konselor dan klien maka konseling akan berhasil
b. Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan, komunikasi terbuka, maka makin efektif konseling tersebut
c. Makin sederhana harapan yang diinginkan oleh klien maka makin berhasil konseling tersebut
d. Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling antar budaya makin memudahkan konselor memahami klien.
e. Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan konselor terhadap proses komunikasi
f. Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta pemahaman terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya tersebut.
g. Makin klien (antarbudaya) kurang memahami proses konseling, makin perlu konselor atau program konseling antarabudaya memberikan pengarahan/pengganjaran/latihan kepada klien (antarbudaya) itu tentang ketrampilan berkomunikasi, pengambilan keputusan dan transfer (mempergunakan keterampilan tertentu pada situasi-situasi yang berbeda).
f. Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta pemahaman terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya tersebut.
g. Makin klien (antarbudaya) kurang memahami proses konseling, makin perlu konselor atau program konseling antarabudaya memberikan pengarahan/pengganjaran/latihan kepada klien (antarbudaya) itu tentang ketrampilan berkomunikasi, pengambilan keputusan dan transfer (mempergunakan keterampilan tertentu pada situasi-situasi yang berbeda).
- Landasan Ilmiah dan Teknologis
Salah satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi social.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, (Prayitno dan Erman Amti 2004:181-186) yaitu:
1. Pendidikan Sebagai Upaya Pengembangan Individu: Bimbingan Merupakan Bentuk Upaya Pendidikan.
Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Seorang bagi manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialisasinya, kesosilaanya dan keberagamaanya.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menetapkan pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
2. Pendidikan Sebagai Inti Proses Bimbingan Dan Konseling
Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya. Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika Serikat . pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses yang berorientasi pada belajar, belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai pemahaman.. (dalam Belkin, 1975). Lebih jauh, Nugent (1981) mengemukakan bahwa dalam konseling klien mempelajari ketrampilan dalam pengambilan keputusan. Pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru. Dengan belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya; dengan memperoleh hal-hal baru itulah klien berkembang.
3. Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling
Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (Borders dan Drury, 1992). Hasil-hasil bimbingan dan konseling pada kawasan itu menunjang keberhasilan pendidikan pada umumnya.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, (Prayitno dan Erman Amti 2004:181-186) yaitu:
1. Pendidikan Sebagai Upaya Pengembangan Individu: Bimbingan Merupakan Bentuk Upaya Pendidikan.
Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Seorang bagi manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialisasinya, kesosilaanya dan keberagamaanya.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menetapkan pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
2. Pendidikan Sebagai Inti Proses Bimbingan Dan Konseling
Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya. Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika Serikat . pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses yang berorientasi pada belajar, belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai pemahaman.. (dalam Belkin, 1975). Lebih jauh, Nugent (1981) mengemukakan bahwa dalam konseling klien mempelajari ketrampilan dalam pengambilan keputusan. Pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru. Dengan belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya; dengan memperoleh hal-hal baru itulah klien berkembang.
3. Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling
Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (Borders dan Drury, 1992). Hasil-hasil bimbingan dan konseling pada kawasan itu menunjang keberhasilan pendidikan pada umumnya.
- Landasan Pedagogis
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
0 komentar:
Post a Comment